Sabtu, 26 November 2011

Biblioholic Meradang

Suasana Ruang Baca Stanford Green Library
Saya memandang perpustakaan. Perpusatakaan Daerah di bilangan Jl. Tala’ Salapang Kota Makassar. Mata ini berbinar lebih banyak dari biasanya. Di tempat penitipan tas dan loket peminjaman buku –sebelah kiri dari pintu masuk- tertumpuk dos-dos lusuh berjumlah puluhan berisi buku baru. Mungkin. Semakin ke dalam, semakin saya bertambah bergairah dan juga diselipi rasa tidak yakin. Ruangan perpustakaan yang dipenuhi rak-rak buku berselang-seling dengan tempat baca ini terlihat lebih cerah dari biasanya. Lebih terang sampai silau ketika itu. Waktu memang masih menunjukkan pukul 10. 30 waktu Indonesia Tengah. Makassar sih, lewat beberapa menit. Orang-orangnya selalu terlambat. Jadi, jam dibuat lebih cepat.

Tapi itu bukan masalah penting.  Pasalnya, rak-rak buku yang dianggap menghalangi jalannya cahaya mentari pagi tersebut digeser dan diatur sedemkian rupa. Perbahan yang bagus karena menampilkan situasi dan kenyamanan yang juga baru. Bagi saya, itu sendiri kurang baik. Entah kebiasaan buruk atau bukan. Tapi cahaya yang berlebih membuat mata saya terpicing dan rasa kantuk datang menyerang. Untungnya Sabtu pagi itu saya lewati dengan membaca hingga sore. Sukses. Saya antusias. Soalnya tidak ke sini selama kurang lebih sebulan lamanya.
Rasa tidak yakin itu tetap saja muncul. Pengaturan rak-rak buku oleh pegawai perpustakaan kurang menyentuh sisi pengunjung yang datang mencari buku dan sekadar mengisi waktu luang dengan membaca. Agaknya kelihatan efektif. Namun bagi kami, rak-rak buku yang dipersempit tersebut menjadikan kami terlalu sering berpapasan dan bertatap muka dengan pengunjung yang lain. Bagi sebagian orang, mungkin ini adalah sesuatu yang dianggap ‘berkah’. Haha...sebab pengunjung di sini kebanyakan para mahasiswa dan umum. Kesempatan bisa berdekatan dengan lawan jenis dan melancarkan jurus gombal. Sisanya adalah kumpulan orang-orang yang kurang nyaman dengan situasi ini. Saya di antara sisa pengunjung jaim tersebut yang sekaligus menjadi data pencilan.
Terlepas dari beragamnya perubahan wajah perpustakaan saat ini, umumnya perubahan adalah sesuatu yang baik. Artinya, kondisi sebelumnya yang tidak membuat nyaman kita tinggalkan. Akhirnya perbaikan dan evaluasi terhadap situasi sebelumnya akan dilakukan. Entah pepatah atau seorang bijak bestari zaman ini semapt berujar “sesuatu yang baru pastinya akan menimbulkan pula semangat dan gairah baru”. Lumrah memang. Dan itu terjadi setidaknya dengan saya. Meskipun pertambahan buku tidak signifikan dilakukan. Mudah-mudahan puluhan dos buku yang diluar isinya buku baru semua.
Ruangan referensi terdapat komputer desktop keluaran terbaru. Wow... kelihatannya pegawai perpustakaan bagian ini selesai menghubungkannya dengan printer yang juga baru. Suara derit print langsung memecah di ruangan itu. Dari tampilan layar komputer yang bersebelahan dengan absen pengunjung, saya melihat mereka sedang mencetak baru label buku baru dan buku yang sudah menguning dimakan usia. Ruangan referensi hanya sedikit pengunjung. Maklum, di sini ruangan berukuran kira-kira sepertujuh dari ruangan baca utama yang berada pas di sebelah kanan belakang perpustakaan. Berisi buku-buku tua terbitan pemerintah, dokumen-dokumen, kliping koran yang dibundel, puluhan jenis kamus dari berbagai disiplin ilmu, buku-buku lokal daerah, serta beberapa buku-buku politik dan sosial. Masih banyak lagi, termasuk buku-buku tua dan berbahasa asing. Saya ngeri juga membukanya. Baunya sungguh berbeda. Jarang disentuh oleh pengunjung dan siapa tahu juga pegawai di sini.
Makassar sebagai salah satu kota besar di Indonesia -juga paling sukses membangun ekonomi di Kawasan Timur Indonesia- sejatinya perpustakaan yang lengkap. Ini menyangkut keberlangsungan dan minat masyarakat terhadap ilmu pengetahuan. Apalagi di Makassar disebut-sebut sebagai tempatnya universitas paling bergengsi di Indonesia Timur lantaran melimpahnya para pakar dan guru besar. Namun sangat disayangkan, tugas mahasiswa lebih banyak di cari dan di googling di internet ketimbang menelusuri halaman-halaman buku. Tidak ada teman yang lebih baik daripada buku. Begitu kata orang dahulu bilang. Kecenderungan ini semakin parah dengan gadget yang tidak pernah lepas di tangan para mahasiswa.
Up date jutaan informasi yang kurang penting dianggap lebih baik jika disandingkan dengan mengasah nurani dan menambah wawasan pengetahuan lewat kata yang terekam abadi dalam buku. Begitulah, perpustakaan akan selalu sepi jika tidak disiasati dengan baik oleh pemerintah. Padahal jejalan informasi yang berseliweran di internet sangat membingungkan jika kita tidak tahu yang mana yang baik, dan mana yang memiliki tingkatan sebagai bahan referensi daftar pustaka. Jangan sampai pengetahuan yang kita maksud adalah pendapat dari web, mikroblog, blog, dan situs jejaring sosial perkataannya sama sekali tidak dilandasi dengan dasar ilmiah. Saya tidak menganjurkan tinggalkan internet. Tapi perbanyak sajalah baca buku. Lebih bermanfaat. That’s point. Penuhi ruang-ruang perpustakaan dan arena-arena diskusi lepas ilmiah.  
Meskipun di sini ada ruangan audio visual namun bisu dan tidak bisa bergerak. Tersembunyi di dalam ruangan referensi. Entah apa maksudnya. Bagaimana cara agar bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh civitas akademika. Utamanya mahasiswa yang di universitasnya sekalipun tidak dilengkapi ruangan audio visual. Saya pun tidak tahu. Di sini saya juga sama sekali tidak pernah melihat jurnal nasional maupun yang internasional yang terbit secara berkala. Para biblioholic sungguh tak suka dengan keadaan ini.

Selasa, 11 Oktober 2011

Merawat Sumpah Pemuda: Merawat Indonesia

Tempora muntatur et nos mutamur in illis.
Waktu terus berubah dan kita pun berubah  didalamnya.

Saya senang mengutip pepatah latin di atas. Waktu dan perubahan. Sesuatu yang mesti dipandang dan disiasati secara bersamaan oleh sebab dua kata tersebut bagaikan sisi mata uang. Perjalanan waktu dan dinamika hidup –bagi seorang pemuda- mesti mempersembahkan dedikasi terbaik untuk perubahan bangsa yang lebih baik. Indonesia sudah sekian lama didera berbagai masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Bermula dari persoalan pendidikan hingga kondisi per-politik-an yang carut marut. Akankah kita berdiam diri?
Pemuda Indonesia Zaman Doloe.
Jika bukan pemuda bangsa ini yang turun gunung, entah akan jadi apa bangsa Indonesia di masa sekarang. Dalam hidup ini, waktu yang paling produktif, semangat yang paling besar, tubuh yang paling sehat, pemikiran yang paling brilian, serta visi yang paling ideal: semua ada dalam diri seorang pemuda. Saat ini kita berada dalam guliran waktu emas dalam hidup. Kesempatan itu tidak datang dua kali. Ketika lewat masa itu, kita sudah menjadi tua dimakan usia. Alangkah ruginya jika tidak dimanfaatkan dengan baik dalam ranga perbaikan terhadap bangsa. Kita tentu tidak ingin nantinya menjadi pemimpin yang amburadul, tidak amanah, kerap menyelewengkan uang negara, dan segala tindak manipulatif lainnya.

Implikasinya kemudian: negara Indonesia seakan tidak ingin lepas dari belitan angka-angka statistik yang justru melemahkan bargaining position  di mata dunia internasional. Selalu tertinggal dan terbelakang. Jumlah manusia Indonesia yang membludak dan hasil alam yang menyeruak tidaklah membuat masyarakat menjadi sejahtera. Justru kemiskinan terlihat nyata di beberapa tempat. Kemajuan bangsa yang disebut-sebut pemerintah dirasakan bagai semu.

Merawat Sumpah Pemuda
Kemajuan bangsa saat ini ditentukan oleh peran aktif pemuda dalam kepemimpinan dan keilmuan. Indikatornya: pemuda sekarang adalah pemimpin yang baik dan ilmuwan yang kompeten di masa yang akan datang. Inovasi baru adalah bukti nyata Indonesia bisa bersaing dengan kemajuan bangsa lain. Bangsa China yang disebut-sebut raksasa ekonomi Asia bahkan dijuluki innovation nation oleh karena inovasi yang dihasilkan oleh para pemudanya. Begitupun dengan Brazil dan India. Keterlibatan pemuda dari dulu hingga sekarang mutlak diperlukan.

Sekedar flashback, lebih dari delapan dekade Sumpah Pemuda dipekikkan. Sejak saat itu pula, gerakan pemuda tidak pernah surut dalam membela dan mempertahankan tiga ciri ke-Indonesia-an yang menjadi penanda negara yang berdaulat. Bangsa yang satu, tanah air yang satu, dan bahasa yang satu. Dan itu berlangsung hingga sekarang. Hanya saja, konteks kekinian bangsa menuntut lebih jauh partisipasi aktif pemuda. Sejauh ini pencapaian yang diperoleh oleh bangsa Indonesia adalah berawal dari inisiasi para pemuda di zamannya. Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan, hingga Gerakan Reformasi: di sulut oleh aksi nasionalisme heroik pemuda.

MITI (Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia) dan I4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional), adalah sekian contoh lembaga berbasis komunitas keilmuan yang merupakan wujud enthusiasm pemuda dan masyarakat dalam menggerakkan inovasi bangsa. Jiwa ke-Indonesia-an yang terdapat dalam Sumpah Pemuda mesti direvitalisasi. Agar upaya luhur yang telah tercipta tidak dinodai oleh demoralisasi dan degradasi nasionalisme akut.

Franz Fanon menyindir kehadiran elite destruktif Afrika dalam ungkapan black skin white masks. Semoga tidak terlahir para pemimpin yang berjejak di Tanah Indonesia, tetapi dengan mentalitas dan idealisasi asing. 

Minggu, 20 Juni 2010

Telkomsel: Inovasi Teknologi Seluler dalam Mewujudkan Innovation Nation*

*Oleh: Mujahid Zulfadli Aulia Rahman

Penulis adalah Mahasiswa pada Universitas Negeri Makassar

……Agar pada abad XXI, Indonesia juga bisa menjadi Bangsa Inovasi (Innovation Nation) sebagaimana bangsa China dan India dewasa ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidatonya didepan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada tanggal 20 Januari 2010 menyinggung tentang pentingnya bangsa Indonesia melakukan inovasi di segala bidang dan lini kehidupan. Dalam kutipan di atas, sangat kita pahami bahwa Presiden berharap dari segenap stakeholder dan masyarakat untuk mengerahkan potensinya dalam kegiatan inovasi membangun negeri. Alasan yang paling penting adalah agar Indonesia bisa maju dan sejajar dengan bangsa lain. Hal ini menjadi sangat penting mengingat posisi tawar Indonesia di kawasan Asia khususnya dalam bidang pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang jauh dari harapan.

Sebuah keharusan dan tanggung jawab kita bersama adalah membuat negara Indonesia mampu berkompetisi dengan negara-negara lain. Bangsa yang kompetitif adalah bangsa yang mampu bersaing di tengah ratusan juta penduduk bumi yang melek informasi dan teknologi. Setiap detik muncul ribuan bahkan jutaan informasi yang dapat diakes melalui dunia maya. Arus informasi yang begitu luar biasa membanjiri kita hampir setiap hari. Penguasaan dan keahlian dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi menjadi menjadi sesuatu yang tidak terelakkan alias sangat mutlak diperlukan.

Kepala Pusat Inovasi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Bambang Subiyanto yang merupakan Professor Riset bahkan bahkan mengaitkan kedua hal tersebut. Bahwa negara ini dapat berkompetisi hanya dengan riset yang inovatif dan kreatif. Mewujudkan harapan sehingga kelak bangsa ini menjadi bangsa yang kompetitif, dapat dilakukan dengan riset-riset yang inovatif.

Terkait dengan peran teknologi dan informasi yang begitu penting, maka akses komunikasi khususnya layanan seluler menjadi salah satu domain yang begitu mendukung. Indonesia memiliki PT. Telkom yang merupakan badan usaha milik negara, namun yang terkhusus mengembangkan teknologi layanan seluler adalah PT. Telkomsel (telekomunikasi seluler) yang terlahir dari PT. Telkom pada 26 Mei 1995. Alasan inilah yang membuat telkomsel menjadikan public service orientation sebagai landasan awal dalam memajukan negeri bersama semangat nasionalisme yang semenjak kelahirannya sudah terbawa.

Telkomsel memiliki tugas yang sangat berat, yakni dengan segera mengeksekusi sistem jaringan telekomunikasi nusantara. Hingga sekarang waktu kurang lebih satu dekade, Telkomsel telah mengalami masa-masa yang penuh proses kreatif dan inovatif hingga mencapai zaman keemasan layanan teknologi seluler di Indonesia sekarang ini. Sesuatu yang rasanya patut disyukuri dan dibangggakan.

Selama 15 tahun, proyek besar yakni dapat melayani dan menyatukan bangsa Indonesia melalui jaringan terluas dan berkualitas hingga wilayah terpencil serta menjangkau lebih dari 95 persen populasi di tanah air. Bukanlah isapan jempol belaka. Mengejar ketertinggalan sekaligus keterisolasian komunikasi dan informasi wilayah-wilayah pelosok yang tersebar di tanah air dari Sabang hingga Merauke merupakan hal yang terus diperjuangkan hingga mewujud sekarang ini. Kiprahnya selama 15 tahun menjadi leader layanan teknologi telekomunikasi seluler di Indonesia.

Telkomsel seakan sangat peka terhadap masalah-masalah yang sedang menghadang. Mulai dari masalah lokal hingga global issue. Semuanya terakomodasi dengan begitu apik serta visi yang luas. Begitu banyak masalah mulai dari krisis listrik, go green sampai global warming. Kepedulian Telkomsel mengenai lingkungan sangat besar. Teknologi ramah lingkungan hasil karya anak bangsa yaitu BTS (Base transmitter station) go green dibangun sebanyak 132 buah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. BTS ini merupakan inovasi sumber listrik alternatif ramah lingkungan dengan solar cell (tenaga matahari), micro hydro (tenaga air), dan wind turbin (tenaga angin). Jumlah BTS ramah lingkungan tersebut menempati posisi paling banyak se-Asia yang berusaha untuk care terhadap lingkungan.

Sejalan dengan misi dan tujuannya, Telkomsel juga mengembangkan jaringannya di wilayah perbatasan dan lautan melalui kapal PT. Pelni dengan program MERAH PUTIH (MEnembus daeRAH Pedesaan, industry TerpencIl dan BaHari). Hingga saat ini sebanyak 15 kapal milik Pelni sudah menyediakan akses komunikasi untuk ribuan penumpang, melalui BTS Pico yang disediakan Telkomsel. BTS Pico sendiri berbasis teknologi GSM around satelit pertama di dunia sebagai solusi untuk daerah pedesaan, industri terpencil dan jalur laut.

Lebih lanjut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menambahkan dalam pidatonya di hadapan AIPI bahwa setidaknya ada tiga faktor yang mendukung Indonesia menjadi bangsa inovatif. Perubahan mind-set menuju terbangunnya budaya unggul (culture of excellence), investasi dan insentif, serta kebijakan pemerintah dan kolaborasi. Inovasi pada hakekatnya adalah state of mind, suatu energi dan suatu etos. Negara Indonesia harus menguatkan kembali etos/semangat kerja yang tinggi dalam riset, pengembangan serta penerapan ilmu pengetahuan dan tekonlogi.

Implementasinya kemudian, Direktur Operasi Telkomsel David Ng berkomitmen untuk terus melakukan riset dan pengembangan penggunaan sumber appetite alternatif yang ramah lingkungan. Teknologi ini selain ramah lingkungan juga efisien dan memiliki berbagai keunggulan. Adalah kota Medan yang menjadi kota pertama yang menerapkan sumber appetite listrik alternatif teknologi hydro fuel dungeon.

Inovasi yang dilakukan oleh Telkomsel dalam perjalannnya juga turut memerlukan sumber dana yang cukup serta program yang berkesinambungan. Rasionalisasi yang muncul adalah dikarenakan inovasi identik dengan kemampuan untuk kreatif berkarya, risktaking, dan dinamisme. Sekali lagi, Telkomsel berusaha mewujudkannya.

Telkomsel membuktikan bahwa upaya membangun bangsa lewat dinamisme dalam berkarya merupakan risktaking sebagai unsur penggerak inovasi bangsa dalam teknologi layanan seluler. Kesiapan Telkomsel di bidang penanggulangan bencana alam menjadi salah satu bukti nyata. Pengalaman bencana alam yang terjadi di Indonesia, dapat dilihat bahwa Telekomunikasi berperan penting saat kondisi darurat terjadi. Berbagai persiapan didukung oleh Tim TERRA (Telkomsel Emergency Response & Recovery Activity) yang turun langsung menangani masyarakat yang terkena dampak bencana. Mulai dari aktivitas SAR (Search & Rescue), media center, tim medis hingga dapur umum bahkan sampai pada kegiatan pasca bencana seperti pembangunan kembali daerah lokasi bekas bencana dilaksanakan melalui tim TERRA. Gempa Tasikmalaya dan Gempa Padang menjadi dua bencana terakhir yang ditangani langsung, dimana Telkomsel aktif berpartisipasi membangun kembali kondisi saat itu.

Namun tanpa kebijakan pemerintah yang proaktif mendukung inovasi membangun negeri dan kolaborasi yang sehat disetiap korporasi layanan publik, maka rasanya sulit untuk memimpikan Indonesia bisa berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Hampir semua inovasi merupakan wujud dari hasil suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-perusahaan, antar-ilmuwan, antar-akademisi, maupun kombinasi semuanya.

Akan tetapi, Telkomsel menjawab keraguan tersebut. Sebagai anak perusahaan PT. Telkom yang notabene adalah badan usaha milik negara, menjadikan kebijakan pemerintah dan kolaborasi semakin mendukung terciptanya atmosfer Innovation nation. Tentunya kemajuan ini mesti ditunjang oleh sektor-sektor publik yang lain.

Akhirnya, berbagai penghargaan dalam dan luar negeri telah dianugrahkan kepada Telkomsel sebagai langkah pelopor. Telkomsel sebelumnya memperoleh penghagaan Indonesia Telecoms Award dari Frost and Sullivan sebagai Mobile Data Service Provider of The Year pada 2008 dan Mobile Service Provider of The Year pada 2009, penghargaan tersebut merupakan representasi tingginya kepercayaan masyarakat dan pelanggan terhadap manfaat produk dan layanan Telkomsel. Khusus tahun 2010 ini, Telkomsel dengan 86 juta pengguna dari seluruh pelosok Indonesia mempersembahkan penghargaan 2010 Wireless Service Provider Of The Year dalam ajang 2010 Frost and Sullivan Asia Pasific ICT Award 2010 di Singapura.

Kepeloporan ini didukung dengan kepedulian terhadap bangsa dan negara. Melalui pogram USO (Universal Sevice Obligation), sebanyak 25.000 desa terpencil di pelosok Indonesia dapat dengan leluasa berkomunikasi dengan daerah lain. Pun dengan perkembangan di tanah air. Ketika masyarakat di kota-kota besar yang semakin membutuhkan layanan mobile, Telkomsel membuatnya menjadi mudah dan enteng. Mulai dari layanan 3G, Telkomsel Flash, BlackBerry, mobile wallet T-Cash, digital music, digital advertising, push email, mobile banking, dan iPhone 3GS.

Sekitar 160 juta konsumen telekomunikasi seluler termasuk netizen (generasi jaringan internet) masing-masing membutuhkan koneksi yang tanpa batas. Teknologi digital dan mobile lifestyle adalah kebutuhan pokok untuk saat ini. Sehingga dilakukan peluncuran Flash Unlimited yang menggunakan modem high speed data packet access 3,6 Mbps juga didukung lebih dari 32.000 base transceiver station termasuk lebih dari 5.000 BTS 3G yang tersebar hingga pelosok Indonesia.

Saat ini, Indonesia adalah pangsa pasar yang potensial dalam era teknologi telekomunikasi seluler dan layanan akses data internet. Inovasi yang terus menerus dan tanpa henti adalah denyut nadi yang mesti dipertahankan dinamismenya. Semoga harapan Presiden dan tentunya harapan kita semua dalam mewujudkan Innovation Nation tidak kandas dalam perjalanan. Keseriusan Telkomsel membangun negeri melalui teknologi inovasi seluler patut dijadikan contoh. Who is the next?